Membatu di Merbabu (bagian kedua)

Sambungan dari bagian pertama.

Sampai dengan pukul setengah lima lebih suami kemudian beranjak keluar. Ternyata membuat api unggun lagi. Langit di luar masih terlihat gelap. Biasanya sih kalau dari gunung, jam segitu sudah bisa melihat langit yang mulai berubah terang di ufuk timur. Tetapi dari posisi pos satu itu tertutup pepohonan dan letak pos ini juga agak di ceruk, jadi tetap saja gelap.

Dengan berdiang di api ini terasa lebih hangat. Kami pun membuat mi kuah dengan menggunakan kompor. Ternyata kami tidak membawa sendok, akhirnya makan seadanya dengan kondisi darurat.

Setelah dirasa cukup, suami menawarkan untuk mencoba naik sedikit. Tenda dibereskan dan sisa-sisa api unggun dimatikan. Ransel dibawa suami semua. Tetapi setelah berjalan sekitar 300 meter, sepertinya aku menyerah saja. Akhirnya di sana kami hanya berfoto-foto saja sebentar. Kemudian kami memutuskan untuk turun kembali ke bawah tidak jadi meneruskan pendakian.

Bangun pagi hari setelah kedinginan di tenda

Bangun pagi hari setelah kedinginan di tenda

Baca lebih lanjut

Membatu di Merbabu (bagian pertama)

Ini sekedar tulisan perjalanan pertengahan tahun 2013 lalu saat pertama kalinya sampai usia sekarang ini diajak naik gunung. Seumur-umur ini saya memang tidak pernah membayangkan akan naik gunung. Jadi baru kali itu saja naik karena dipaksa mencoba saja.

Gunung yang akan didaki waktu itu adalah gunung Merbabu. Gunung ini terletak bersebelahan dengan gunung Merapi. Ketinggian gunung ini sekitar 3200 meter di atas permukaan laut. Saya memang tidak bisa membayangkan untuk mencoba ikut naik. Tetapi berhubung situasi waktu itu akhirnya mencoba ikutan naik juga.

Ceritanya waktu itu, Ian, anak saya yang kecil selesai ujian. Sorenya langsung diajak suami untuk naik ke gunung. Perjalanan ditemani oleh dua orang mahasiswa suami saya, mas Aan dan mas Rifki. Akhirnya kami berempat termasuk Ninna, berangkat. Perjalanan kali ini juga mengajak Awang, keponakan saya.

Dari Yogya, perjalanan sudah malam. Magrib kami masih di rumah mas Aan, untuk menyelesaikan ngepaki barang. Makan malam dilakukan di lesehan Prambanan. Sampai di Selo tempat juru kunci pendakian Merbabu dari arah selatan pun sudah cukup larut malam, sekitar pukul 10 lebih.

Suasana cukup tenang karena memang kawasan pedesaan di daerah pegunungan. Hawanya itu yang relatif cukup dingin. Di rumah juru kunci yang juga sebagai pos pendakian pun kami menurunkan barang-barang dari mobil. Kami segera mengganti baju menjadi lebih hangat dengan dibuat rangkap dan berjaket tebal. Tidak lupa tutup kepala dan sarung tangan.

Rombongan kami siap mendaki

Baca lebih lanjut

Buah Melody dari Ketep

Sewaktu bepergian Yogya-Salatiga, salah satu rute yang sering kami lewati adalah melewati Ketep, Magelang. Tempat ini merupakan slaah satu obyek wisata yang cukup bagus. Ketep terletak di jalan Muntilan-Boyolali. Dari sini pengunjung dapat melihat pemandangan canti gunung Merapi dan Merbabu. Bahkan sekarnag juga dilengkapi dengan fasilitas gedung bioskop yang memutar film tentang gunung Merapi.

Kami sekeluarga sudah sering mampir di sini. Jadi sekarang kalau lewat, paling hanya singgah di warung-warung makanan yang terdapat di depan lokasi parkiran. Di sana banyak dijual jagung bakar dan mendoan, serta makanan kecil dan minuman hangat lainnya.

Hari minggu beberapa waktu lalu, saya dan suami bermotoran lewat Ketep juga. Di sini seperti biasa kami hanya beristirahat sebentar sambil memesan gorengan panas. Hobby suami yang makan mendoan tentu saja terpuaskan, walaupun katanya tetap lebih enak mendoan dari Purbalingga. Makan mendoan ditemani caberawit dan minuman hangat memang enak.

Setelah beranjak mau pergi, pandangan mata tertumbuk pada satu wadah berisikan buah bulat loreng-loreng. Buah berwarna ungu yang mirip terong itu dijual oleh pemilik warung sebelah tempat kami makan. Saya pun tertarik mendekat, ternyata itu buah terong melody.

Buah ini aslinya adalah buah pepino atau dalam bahasa latinnya Solanum Maricatum. Buah ini adalah tanaman dari Amerika Selatan dan dibawa ke Indonesia oleh Belanda. Meskipun sebenarnya buah ini sudah ditanam di Indonesia sejak jaman penjajahan, namun belum banyak yang mengenalnya. Buah pepino ini famili terong-terongan makanya disebut juga buah terong melody. Buah ini biasa ditanam di dataran tinggi dan sangat bermanfaat untuk kesehatan. Buah ini diyakini dapat mengatasi penyakit stroke, darah tinggi, gangguan pencernaan, maag, sembelit dan diabetes melitus.

Tumpukan buah melody dijual di Ketep, Magelang.

Tumpukan buah melody dijual di Ketep, Magelang.


Baca lebih lanjut

Singgah di Candi Lumbung Muntilan-2

Bagian kedua, sambungan dari tulisan ini.

Pada perjalanan kemarin itulah, kami singgah dan mengunjungi bangunan candi Lumbung hasil relokasi. Tempatnya sebenarnya sangat mudah terjangkau, hanya saja relatif agak tersembunyi. Jadi kalau kita melewati jalan menuju arah Ketep maka tidak jauh dari pertigaan yang ada pohon beringinnya akan ada papan nama Candi Lumbung.

Masuk ke candi ini tidak dikenakan tiket masuk. Kalau kendaraan roda empat diparkir di pinggir jalan dan pengunjung tinggal masuk berjalan kaki tidak jauh. Kalau sepeda motor bisa masuk ke dalam gang untuk parkir di bawah pelataran candi.

Bangunan candi hasil relokasi ini sudah dibangun relatif utuh. Bahkan lebih utuh daripada candi Asu. Hanya saja memang beberapa batuan dibuat baru untuk melengkapi batuan lama. Ukiran relief yang tersisa juga masih tampak jelas. Di dalam kubah candi ini terdapat lubang yang cukup dalam namun sekarang ditutup dengan papan kayu. Di candi ini tidak ada patung atau lingga-yoni yang biasanya khas ada di suatu bangunan candi.

Candi Lumbung dari arah depan (sisi barat)

Candi Lumbung dari arah depan (sisi barat)

Baca lebih lanjut

Singgah di Candi Lumbung Muntilan-1

Beberapa waktu lalu, saya dan suami menikmati hari minggu berdua ke Salatiga tanpa anak-anak. Perjalanan dilakukan dengan mengendarai sepeda motor berboncengan. Dari rumah masih cukup pagi menikmati jalanan luar kota dengan santai. Dari Yogya menuju ke Salatiga waktu itu melewati rute Muntilan-Ketep-Kopeng-Salatiga.

Tidak sampai satu jam, kami sudah sampai menelusuri jalanan meninggalkan Muntilan menuju arah Dukun. Jalanan beraspal namun di beberapa tempat berlubang akibat rusak oleh truk-truk bermuatan pasir. Setelah melewati pasar Dukun, kemudian kami harus menyeberangi jembatan kali Pabelan. Jembatan ini sebelumnya runtuh kena terjangan banjir lahar dingin setelah letusan gunung Merapi beberapa tahun lalu. Jembatan lama tadinya bisa dilewati kendaraan roda empat, namun sekarang hanya dibangun berupa jembatan gantung yang hanya untuk kendaraan roda dua saja.

Banjir lahar dingin memang cukup membahayakan. Selain menyapu beberapa kawasan yang terlewati aliran sungai, kadang meluap di sekeliling sungai tadi. Beberapa jembatan yang melalui sungai pun ikut terkena bahkan sampai runtuh. Banjir lahar dingin pun ikut mengancam kawasan hunian yang berdekatan dengan sungai. Termasuk dalam hal ini adalah bangunan candi kecil di desa Sengi.

Di atas jembatan baru sungai Pabelan.

Di atas jembatan baru sungai Pabelan.


Baca lebih lanjut

Sop Gurih Balungan Kambing Ala Magadim

Siapa yang tidak kenal thengkleng ? Saya yakin banyak yang menggemari menu makanan yang satu ini. Makanan ini merupakan kuliner khas dari Solo, meskipun juga sekarang sudah banyak dijumpai di kota-kota lain. Tentu saja kuliner ini berkembang dengan variasi bumbu dan rasa yang lain. Menu masakan dengan bahan baku balungan atau tulang belulang dari kambing ini bervariasi seperti thengkleng di Solo ini atau gule balungan (lelung) kalau di Yogya. Tetapi sekarang ada satu lagi jenis olahan balungan kambing ini yang dikenal dengan nama Magadim. Cukup enak juga makanan yang terakhir ini. Kami menemukan tempat yang menjual makanan ini adalah di tempat kawasan parkir wisata di Ngampilan, Yogyakarta.

Inti dari jenis masakan-masakan tersebut adalah makanan yang mengolah balungan atau tulang belulang dari kambing. Jadi kambing setelah disembelih dan diambil bagian dagingnya maka akan menyisakan bagian tulang yang masih melekat sedikit daging. Umumnya adalah tulang iga, tulang kaki atau kepala. Meskipun namanya tulang belulang, namun tetap saja daging yang tersisa masih dapat dimakan bersih asalkan dimasak dalam waktu lama sehingga menjadi lunak dan mudah dimakan.

Magadim diakui oleh penjualnya berbeda dengan lelung atau thengkleng. Kalau lelung atau gulai balung itu dimasak dengan santan kental seperti halnya gulai-gulai biasa lainnya. Untuk thengkleng dimasak dengan kuah jernih tanpa santan, jadi hanya mengandalkan lemak dari sumsum atau bagian yang terbawa dalam tulang itu. Rasanya jelas lebih ringan daripada lelung itu. Untuk magadim berbeda dari kedua itu, meskipun mirip dengan thengkleng sebenarnya yakni sama-sama tidak menggunakan santan kelapa. Namun magadim menggunakan bumbu khas yakni minyak samin sehingga rasa gurihnya menjadi bertambah.

Warung makan magadim di Ngampilan

Warung makan magadim di Ngampilan


Baca lebih lanjut

Mesam-mesem Makan Garang Asem di Warung Mbah Semar

Warung makan mbah Semar itu warung makan jadul banget. Lokasinya ada di Kartasura, Jateng, tepatnya di ruas jalan menuju arah bandara Adisumarno. Kami memang kadang mampir di warung ini saat mengantar atau menjemput suami pergi Kualalumpur dengan menggunakan pesawat dari Solo.

Jarak Yogya-Kartasura sebenarnya kurang dari 70 km, namun kadang harus ditempuh lebih dari satu jam. Meskipun jalan sudah cukup lebar dan dibuat empat jalur, namun tetap sering tidak bisa lancar karena banyak truk bermuatan pasir dengan kecepatan rendah. Jadi kadang tetap saja ingin makan dulu sebelum berangkat. Pilihannya yang sering memang di Kartasura karena sudah dekat dengan bandar dan tempat yang dipilih adalah warung soto Ledok atau warung makan mbah Semar ini. Begitu juga kalau sedang menjemput, begitu keluar bandara karena lapar, tentu saja ingin segera diisi. Kalau situasi selesai menjemput ini, pilihannya selalu warung makan mbah Semar ini.

Di warung makan mbah Semar, sebenarnya tersedia banyak menu. Beberapa menu antara lain adalah salad solo, capjay, bakmi godhog dan yang paling favorit adalah garang asem ini. Untuk capjay dan bakmi godhog akan dimasak langsung kalau ada yang memesan. Salad solo akan diracik dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan. Salad solo ini juga disebut sebagai bestik solo. Untuk garang asem ini sudah tersedia dalam bungkusan siap makan.

Menu yang tersedia di warung makan mbah Semar

Menu yang tersedia di warung makan mbah Semar


Baca lebih lanjut

Membabat Habis Nasi Goreng Babat Salatiga

Salatiga termasuk salah satu kota yang cukup sering dikunjungi kami sekeluarga. Bukan apa-apa karena di sini tempat kecil saya, sekaligus juga masih banyak keluarga dari Ibu yang berdomisili di sini termasuk eyang. Perjalanan Yogya-Salatiga biasanya ditempuh dalam waktu 2-3 jam, sehingga kadang kami bertolak dan segera pulang kembali pada hari yang sama. Mengisi bahan bakar para penumpangnya jelas harus wajib dilakukan. Kuliner di Salatiga pun banyak yang dapat menjadi pilihan. Salah satunya adalah warung nasi goreng khas Salatiga. Warung ini terkenal dengan nama penjual aslinya dulu yakni nama Bu Fatimah.

Warung ini hanya berupa warung tempel saja tetapi bertempat di tengah kota. Sebenarnya warung ini sudah terkenal sejak dulu waktu saya masih kecil. Namun dengan semakin menjamurnya banyak tempat makan baru maka warung ini pun menjadi berkurang penggemarnya. Apalagi juga tukang yang memasak dan menyiapkan menu juga sudah berganti orang meskipun masih ada hubungan. Namun bagi kami kadang tetap saja mampir dan makan di warung makan ini.

Menu yang disediakan di sini sebenarnya beragam termasuk ada nasi campur. Namun hidangan spesial yang ada adalah nasi goreng. Nasi goreng di sini disediakan dengan tambahan jerohan sapi berupa babat atau iso. Babat dan iso ini sebelumnya sudah dimasak bacem, kemudian dipotong kecil-kecil untuk dimasukkan dalam nasi goreng ini. Rasanya pun enak tidak alot lagi.

Ian sangat lahap makan nasi goreng babat

Ian sangat lahap makan nasi goreng babat


Baca lebih lanjut

Mi Ceker Ayam yang Bikin Nyam-nyam

Ceker ayam atau kaki ayam untuk makanan biasanya masih dipandang sebelah mata bagi banyak orang. Namun di Indonesia, ceker ayam ini juga tetap banyak disajikan dalam hidangan dari bahan ayam. Jadi sebenarnya ceker ayam tetap ada konsumen yang menyantapnya, meskipun kurang disukai bagi banyak orang yang lainnya. Ceker ayam ini kalau dalam hidangan ayam goreng utuh, tetap melekat pada bagian ayam tersebut. Kalau pada hidangan ayam yang sudah dipotong, maka ceker menyatu dengan bagian paha. Kalau dihidangkan dalam sop, ceker bisa dipotong sendiri atau bahkan dipotong menjadi 2 atau 3 bagian. Ceker juga punya penggemar sendiri di tempat makan warung sego kucing.

Beberapa waktu lalu saya berboncengan dengan suami, jalan-jalan dengan motor, terus di daerah Seturan kami melihat plang nama tempat makan Mi Ayam Ceker. Kalau menu mi ayam sih sebenarnya sudah biasa dan kami juga punya beberapa tempat yang biasa didatangi untuk menyantap menu hidangan ini. Tetapi lihat ada tambahan ceker pada menu ini menjadi penasaran. Langsung saja kami berhenti untuk mencoba makan di tempat ini.

Setelah memesan menu mi ayam ceker dan minuman, kami pun duduk dan menikmati tempat yang cukup bersih ini. Kami hanya memesan 1 porsi saja untuk suami karena memang saya tidak begitu suka mi ayam.  Sayangnya menu disajikan agak lama, mungkin karena kami datang agak awal, sekitar jam setengah sebelasan, jadi bahan-bahan belum disiapkan semua.

Begitu datang ya langsung dicoba suami. Porsinya cukup penuh, setumpuk mi panas, dengan potongan sayur, bawang goreng, dan potongan daging ayam. Satu yang membedakan tentu saja adalah keberadaan ceker ayam di dalam mangkok tersebut.

Seporsi mi ayam ceker

Seporsi mi ayam ceker


Baca lebih lanjut

Ayam Panggang Klaten Produksi Godean

Kuliner khas kota Klaten salah satunya yang terkenal ngetop adalah ayam panggang. Kalau ke sana, kami biasanya membeli di bilangan daerah jalan Pemuda Selatan, berupa ayam panggang Matahari. Menu ini berupa ayam panggang dengan bumbu areh yang gurih manis dan aroma ayam yang cukup memancing selera. Namun sekarang menu ini juga sudah tidak harus diperoleh dengan datang ke kota sana. Menu yang hampir sama juga sudah banyak dijumpai di daerah lain. Contohnya baru-baru ini kami dapat kiriman syukuran dalam bentuk kotak makanan yang berisikan ayam panggang Klaten. Tetapi ayam panggang ini bukan kiriman dari Klaten melainkan ayam panggang Klaten yang dibuat dari daerah Godean Yogyakarta, tepatnya dari daerah Nogotirto, jl Godean.

Ayam panggang yang dikemas dalam kotak itu sebenarnya berbeda dengan ayam panggang yang biasa kami beli. Menu yang ini tidak basah dengan areh kelapa kental, namun dipanggang kering. Namun rasanya juga tetap sedap. Rasa khas ayam panggang ini adalah bau harum bumbu rempah yang digunakan antara campuran manis, asin dan rasa gurih lainnya. Tampilan ayam panggan ini berwarna gelap dengan daging yang masak, permukaan kulit agak mengkilat karena berminyak.

Sisa-sia ayam panggan yang telah diludes habis

Sisa-sia ayam panggan yang telah diludes habis


Baca lebih lanjut